Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Selasa, 25 Oktober 2011


SEJARAH DESA SINDANGJAWA
( Sebuh desa  kawasan kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon )
      pada abad XVII di kawasan hutan diwilayah kerajaan Rajagaluh , terdapat sebuah kampung yang indah terletak di tepi sungai CISOKA. masyarakatnya memberi nama kampung BANJAR MELATI dipimpin oleh resi Pandunata yang memiliki seorang putri bernama Nyi Mas Indang Lara Sakti .
      sebelum resi pandunata wafat, pimpinan kampung banjar melati terlebih dahulu diserahkan kepada Nyi Mas indang Lara Sakti , sambil memberitahukan bahwa kelak akan datang orang - orang Cirebon yang bertujuan menyebarkan agama Islam. dan memberi amanat agar putrinya menerima tamu-tamu itu dengan sebaik-baiknya, rukun, dan mengikuti ajaranya.
       Pada suatu waktu, berdatanganlah Prajurit Cirebon ke kampung Banjarmelati untuk sekedar singgah dalam perjalanan pulang ,setelah mereka berperang melawan kerajaan Rajagaluh . beberapa diantara mereka sangat terkesan akan keramah tamahan penduduknya, disamping tertarik akan keindahan dan kesuburan alamnya, sehingga mereka ingin tinggal dan menetap disini sambil menyebarkan ajaran agama Islam . Diantara prajurit tersebut terdapat dua orang tokoh pemuda Islam , yaitu WANAJAYA dan PANDESIMPAR.Selain ahli dibidang agama Islam ki wanajaya juga memiliki kehlian dalam hal Pertanian, sedang ki Pandesimpar memiliki keahlian membuat alat- alat seperti golok,arit,keris cangkul dll.(semua alat / perkakas  perang dan pertanian).
                Kedua pemuda tersebut menemui Nyi Mas Indang Lara Sakti untuk meminta izin sekaligus menyampaikan maksud dan tujuannya. Seperti pesan ayahandanya, Nyi Mas Indang Lara Sakti menerima dengan senanghati kedatangan kedua pemuda tersebut, bahkan bersedia dijadikan ibu angkat, atas bantuan kedua anak angkatnya itulah Nyi Mas Indang Lara Sakti berusaha memindahkan pasanggrahan Banjar Melati kesebelah barat Sungai Cisoka yang sekarang disebut “HULU DAYEUH”.
                Pasanggrahan itu terbuat dari kayu hasil penebangan hutan di sektarnya. Sementara ranting dan dedaunan yg tidak terpakai dibakar. Ketika membakar ranting –ranting itu timbulah bencana kebakaran yang sangat dahsyat, dimana kobaran api dan asapnya menjalar kesebelah selatan ..hingga ke kampung Cisaat.
                Masyarakat kampung Cisaat gempar dan panik, sehingga mengundang kemarahan Ki Surangga Bima . (ki surangga Bima adalah salah satu tokoh pemimpin kampung/desa Cisaat).dengan amarah yang meluap –luap ki Surangga Bima menantang tarung sambil menjejakan kakinya ke atas sebuah batu besar sampai amblas hingga mata kaki. ( batu besar yang berbekas telapak kaki ki Surangga Bima sampai sekarang terletak di tengah sawah sebelah barat sekolah SDN Cisaat).   Terjadilah pertarungan antara ki Surangga Bima dengan ki Wana Jaya dan Ki Pande Simpar, dimana kedua belah pihak sama-sama kuat., tidak ada yang kalah atau pun menang. Akhirnya Nyi Mas Indang Lara Sakti terjun ke kancah peperangan ,mengeluarkan kesaktianya untuk menghentikan perkelahian tersebut, dengan cara mengangkat dua buah Batu besar yang dilemparkan ketengah medan perkelahian.
                Menyaksikan kesaktian Nyi Mas Indang Lara Sakti, kedua belah pihak yang sedang bertempur terkagum-kagum hingga langsung menghentikan perkelahian serta tunduk kepada Nyi Mas Indang Lara Sakti . batu besar tersebut salah satunya disebut “Batu Tumpeng”, karena bentuknya seperti Nasi Tumpeng dengan tinggi kira-kira 150 cm, Batu yang lainya disebut “Batu kasur”, karena bentuknya menyerupai kasur dengan panjang kira-kira 200cm.
                Kedua belah pihak oleh Nyi Mas Indang lara Sakti diajak ke pesanggrahan Banjar Melati untuk mengadakan perundingan dengan kesepakatan sebagai berikut :
  1. Kedua belah pihak yang bertikai akan hidup damai hinga turun temurun.
  2. Kedua batu besar tadi ( batu Tumpeng dan batu Kasur ) dijadikan batas wilayah kampung Banjar Melati dengan Kampung Cisaat.
Untuk mengenang pertemuan tersebut, akhirnya nama kampung “Banjar melati” kemudian diganti menjadi kampung “Banjar Patoman’ dari kata (bhs .Jawa  patemon) yang berarti tempat/lokasi pertemuan.
Pada sekitar tahun 629 tentara Sultan Agung dari Mataram mampir / sindang (bhs . Sunda), di kampung Banjar Patoman sepulangnya mereka menyerang VOC di Batavia. Oleh karena mereka yang singgah itu berasal dari Jawa, penduduk di situ mengatakan “tempat orang jawa sindang.
Dengan peristiwa tersebut lama kelamaan bergantilah nama kampung “Banjar Patoman” menjadi Kampung “Sindangjawa” (artinya orang jawa sindang/mampir) yang sekarang menjadi desa “SINDANGJAWA”.
Dalam membangun desa sindangjawa,  Nyi mas Indang Lara Sakti  di bantu oleh :
  1. KI Wanajaya
Menetap dan membangun  hingga  meninggal di blok Bebeak  dan di kuburkan di sebelah barat SDN SINDANGJAWA 1 dibawah pohon besar (orang menyebut pohon Kentos, masih ada hingga sekarang, dan pohon Iplik yang sudah tumbang diterpa angin besar).
  1. Ki Pande simpar
Menetap hingga meninggal di blok pakopian / pakopen
  1. Ki Yuda Laksana
Yang membangun blok Peuntas
  1. Ki Wangsadikrama
Yang membangun blok Umbul Balong
  1. Ki Jamini  ( Ki Panderesan)
Yang membangun blok Kawung Luwuk
  1. Ki Padmanegara yang membangun blok Pamijen
Sekarang Masuk ke desa sindangmekar
  1. Ki Tobroni
Yang membangun blok Keradenan sekarang masuk desa Sindangmekar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar